Sabtu, 03 November 2012

Pembuatan Sabun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Sejarah dan Latar Belakang
Sabun adalah senyawa yang dihasilkan dari reaksi antara asam lemak dengan alkali. Asam lemak ini terdapat di dalam minyak nabati dan lemak hewan. Reaksi dari minyak nabati dan lemak hewan dengan alkali disebut dengan reaksi saponifikasi. Selain berasal dari minyak atau lemak, sabun juga dibuat dari minyak bumi dan gas alam maupun langsung dari tanaman.


Dalam sejarah pengetahuan Sumaria, sabun dibuat dari campuran minyak dengan abu yang berasal dari pembakaran kayu. Sabun yang dihasilkan disebut dengan sabun kalium dan digunakan untuk mencuci bulu domba. Sabun juga ditemukan dalam catatan medis Mesir Kuno, yang menyebut sabun berasal dari soda alami yang disebut dengan natron yang dihasilkan dari dehidrasi Natrium Karbonat dan dicampur dengan lemak nabati.
Dewasa ini banyak pabrik yang memproduksi sabun dalam berbagai macam bantuk dan merk. Masing-masing sabun yang diproduksi memiliki spesifikasi dan mutu tersendiri kemajuan ini terjadi seiring dengan kebutuhan manusia dan perkembangan iptek.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang modern saat ini, telah banyak pula sabun-sabun dibuat untuk maksud pencegehan atau pengobatan terhadap penyakit kulit, sehari-hari pemakaian sabun seiiring digunakan sebagai sabun mandi, di Rumah sakit sering dipakai oleh para dokter dan perawat untuk mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan operasi atau perawatan terhadap pasiennya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sabun
Sabun adalah senyawa kimia yang dihasilkan dari reaksi lemak atau minyak dengan Alkali. Sabun juga merupakan garam-garam Monofalen dari Asam Karboksilat dengan rumus umumnya RCOOM, R adalah rantai lurus (alifatik) panjang dengan jumlah atom C bervariasi, yaitu antara C12-C18 dan M adalah kation dari kelompok alkali atau Ion Ammonium.
Pembuatan sabun melibatkan teknologi kimia yang dapat mengontrol sifat fisika alami yang terdapat pada sabun. Saponifikasi pada minyak dilihat dari beberapa perubahan fasa untuk menghilangkan impurity (zat pengganggu) dan uap air serta dilihat dengan recovery gliserin sebagai produk samping dari reaksi saponifikasi. Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif dan sisanya air, gliserin, garam dan impurity lain.
Perubahan lemak hewan (misalnya lemak kambing, Tallow) menjadi sabun menurut cara kuno adalah dengan cara memanaskan dengan abu kayu (bersifat basa), hal ini telah dilakukan sejak 2300 tahun yang lalu oleh bangsa Romawi kuno
Ada beberapa karaktersitik yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan dasar sabun antara lain:
• Warna
Lemak dan minyak yang berwarna terang merupakan minyak yang bagus untuk digunakan sebagai bahan pembuatan sabun.
• Angka Saponifikasi
Angka saponifikasi adalah angka yang terdapat pada milligram kalium hidroksida yang digunakan dalam proses saponifikasi sempurna pada satu gram minyak. Angka saponifikasi digunakan untuk menghitung alkali yang dibutuhkan dalam saponifikasi secara sempurna pada lemak atau minyak.
• Bilangan Iod
Bilangan iod digunakan untuk menghitung katidakjenuhan minyak atau lemak, semakin besar angka iod, maka asam lemak tersebut semakin tidak jenuh. Dalam pencampurannya, bilangan iod menjadi sangat penting yaitu untuk mengidentifikasi ketahanan sabun pada suhu tertentu.
2.3 Sifat-Sifat Sabun
Sifat – sifat sabun yaitu :
a. Sabun bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.
CH3(CH2)16COONa + H2O → CH3(CH2)16COOH + NaOH
b. Sabun menghasilkan buih atau busa. Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap.
CH3(CH2)16COONa + CaSO4 →Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2
c. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hydrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organic sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air.
Non polar : CH3(CH2)16 Polar : COONa+
(larut dalam miyak, hidrofobik, (larut dalam air, hidrofilik,
memisahkan kotoran non polar) memisahkan kotoran polar)
Molekul-molekul sabun terdiri dari rantai hidrokarbon yang panjang dengan satu gugus ionik yang sangat polar pada salah satu ujungnya. Ujung ini bersifat hidrofilik (tertarik atau larut dalam air) dan ujung rantai hidrokarbon bersifat lipofilik (tertarik atau larut dalam minyak dan lemak). Pengotor umumnya melekat pada pakaian atau badan dalam bentuk lapisan minyak yang sangat tipis. Jika lapisan minyak ini dapat dibuang, partikel-partikel pengotor dikatakan telah tercuci. Dalam proses pencucian, lapisan minyak sebagai pengotor akan tertarik oleh ujung lipofilik sabun, kemudian kotoran yang telah terikat dalam air pencuci karena ujung yang lain (hidrofilik) dari sabun larut dalam air
Sifat-sifat fisik sabun yang perlu diketahui oleh design engineer dan kimiawi adalah sebagai berikut:
1. Viskositas
Setelah minyak atau lemak disaponifikasi dengan alkali, maka akan dihasilkan sabun yang memiliki viskositas yang lebih besar dari pada minyak atau alkali. Pada suhu di atas 75o C viskositas sabun tidak dapat meningkat secara signifikan, tapi di bawah suhu 75o C viskositasnya dapat meningkatkan secara cepat. Viskositas sabun tergantung pada temperature sabun dan komposisi lemak atau minyak yang dicampurkan.
2. Panas Jenis
Panas jenis sabun adalah 0,56 Kal/g.
3. Densitas
Densitas sabun murni berada pada range 0,96g/ml – 0,99g/ml.

2.2 Reaksi Dasar Pembuatan Sabun
1. Saponifikasi
Pembuatan sabun tergantung pada reaksi kimia organik, yaitu saponifikasi. Lemak direaksi dengan alkali untuk menghasilkan sabun dan gliserin. Persamaan reaksi dari saponifikasi adalah:
C3H3(O2CR)3 + NaOH à 3RCOONa + C3H5(OH)3
Lemak minyak Alkali Sabun Gliserin

Saponifikasi merupakan reaksi ekstern yang menghasilkan padan sekitar 65 kalori per kilogram minyak yang disaponifikasi. pada rumus kimia diatas, R dapat berupa rantai yang sama maupun berbeda-beda dan biasanya dinyatakan dengan R1, R2, R3. rantai R dapat berasal dari laurat, palmitat, stearat, atau asam lainnya yang secara umum di dalam minyak disebut sebagai eter gliserida. Struktur gliserida tergantung pada komposisi minyak. Perbandingan dalam pencampuran minyak dengan beberapa gliserida ditentukan oleh kadar asam lemak pada lemak atau minyak tersebut. Reaksi saponifikasi dihasilkan dari pendidihan lemak dengan alkali dengan menggunakan steam terbuka.
2. Hidrolisa Lemak dan Penetralan dengan Alkali
Pembuatan sabun melalui reaksi hidrolisa lemak tidak langsung menghasilkan sabun. Minyak atau lemak diubah terlebih dahulu menjadi asam lemak melalui proses Splitting (hidrolisis) dengan menggunakan air, selanjutnya asam lemak yang dihasilkan dari reaksi hidrolisis tersebut akan dinetralkan dengan alkali sehingga akan dihasilkan sabun. Hidrolisa ini merupakan kelanjutan dari proses saponifikasi. Secara kimia rekasi pembuatan sabunnya adalah :
(i) C3H5(O2CR)3 + 3H2O 3RCO2H + C3H5(OH)3
Lemak/ Minyak Air Sabun Gliserida
(ii) 3RCOOH + 3NaOH 3RCOONa + 3H2O

Air yang digunakan pada proses hidrolisis dapat berupa air dingin, panas atau dalam bentuk uap air panas (steam). Pada proses hidrolisa lemak, air yang digunakan berada pada tekanan dan temperatur yang tinggi, supaya reaksi hidrolisa dapat terjadi dengan cepat. Jika natrium karbonat (Na2CO3) digunakan sebagai penetralan asam lemak, maka selama reaksi saponifikasi akan mengahsilkan CO2 dan menyebabkan massa bertambah sehingga material yang ada di dalam reaksi akan tumpah karena melebihi kapasitas reaksi yang digunakan. Dengan alasan ini, maka Na2CO3 digunakan pada reaksi yang berada pada reactor yang memiliki kapasitas yang cukup besar.
2.3 Bahan Mentah Pembuat Sabun
Secara teoritis semua minyak atau lemak dapat digunakan untuk membuat sabun. Meskipun demikian, ada beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam memilih bahan mentah untuk membuat sabun. Beberapa bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan sabun antara lain:
1. Minyak atau Lemak
• Tallow (Lemak Hewan)
Tallow adalah lemak padat pada temperatur kamar dan merupakan hasil pencampuran Asam Oleat (0-40%), Palmitat (25-30%), stearat (15-20%). Sabun yang berasal dari Tallow digunakan dalam industri sutra dan industri sabun mandi. Pada indsutri sabun mandi, tallow biasanya dicampurkan dengan minyak kelapa dengan perbandingan 80% tallow dan 20% minyak kelapa.
• Minyak Kelapa
Minyak kelapa merupakan komponen penting dalam pembuatan sabun, kerena harga minyak kelapa cukup mahal, maka tidak digunakan untuk membuat sabun cuci. Minyak kelapa ini berasal dari kopra yang berisikan lemak putih dan dileburkan pada suhu 15oC.
• Minyak Inti Sawit
Minyak inti sawit memiliki karekteristik umum, seperti minyak kelapa dan dapat dijadikan sebagai substituen dari minyak kelapa di dalam pembuatan sabun mandi. Dengan warna minyak yang terang, minyak inti sawit dapat digunakan langsung untuk membuat sabun tanpa perlakuan pendahuluan terlebih dahulu.
• Minyak Sawit (Palm Oil)
Dalam pembuatan sabun, minyak sawit dapat digunakan dalam berbagai macam bentuk, seperti Crude Palm Oil, RBD Palm Oil (minyak sawit yang telah dibleaching dan dideorisasi), Crude Palm falty Acid dan asam lemak sawit yang telah didestilasi. Crude Plam Oil yang telah dibleaching digunakan untuk membuat sabun cuci dan sabun mandi, RBD Palm Oil dapat digunakan tanpa melalui Pre-Treatment terlebih dahulu. Minyak sawit yang dicampurkan dalam pembuatan sabun sekitar 50% atau lebih tergantung pada kegunaan sabun yang diproduksi.
• Marine Oil.
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
• Castor Oil (minyak jarak).
Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan.
• Olive oil (minyak zaitun).
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.
• Campuran minyak dan lemak.
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.
2. Alkali
Bahan terpenting lainnya dalam pembuatan sabun adalah alkali seperti NaOH, KOH, dan lain-lain. NaOH biasanya digunakan untuk membuat sabun cuci, sedangkan KOH digunakan untuk sabun mandi. Alkali yang digunakan harus bebas dari kontaminasi logam berat karena mempengaruhi nama dan struktur sabun serta dapat menurunkan resistansi terhadap oksidasi.

3. Bahan Pendukung
Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif.
• NaCl.
NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.
• Bahan aditif.
Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers inert, Anti oksidan, Pewarna,dan parfum.
2.4 Proses Pembuatan Sabun
Dalam pembuatan sabun terdapat beberapa metoda untuk proses pembuatan sabun secara umum adalah sebagai berikut :/p>
1. Hidrolisa
a. Proses Batch
Pada proses batch lemak atau minyak yang dipanaskan di dalam reaktor batch dengan menambahakn NaOH, lemak tersebut dipanaskan sampai bau NaOH tersebut hilang. Seletah terbentuk endapan lalu didinginkan kemudian endapan dimurnikan dengan menggunakan air dan diendapkan lagi dengan garam, kemudian endapan tersebut direbus dengan air sehingga terbentuk campuran halus yang membentuk lapisan homogen yang mengapung dan terbentuklah sabun murah.
b. Proses Kontinue
Pada proses kontinue secara umum yaitu lemak atau minyak dimasukkan kedalam reaktor kontinue kemudian dihidrolisis dengan menggunakan katalis sehingga menghasilkan asam lemak dengan gliserin. Kemudian dilakukan peyulingan terhadap asam lemak dengan menambahkan NaOH sehingga terbentuk sabun.
2.5 Metode pembuatan sabun
Berdasarkan reaksi yang terjadi, ada 4 macam proses pembuatan sabun yaitu sebagai berikut (Y.H.Hui,1996) :
1. Proses pendidihan penuh
Proses pendidihan penuh pada dasarnya sama dengan proses batch yaitu minyak/lemak dipanaskan di dalam ketel dengan menambahkan NaOH yang telah dipanaskan, selanjutnya campuran tersebut dipanaskan sampai terbentuk pasta kira-kira setelah 4 jam pemanasan. Setelah terbentuk pasta ditambahkan NaCl (10-12%) untuk mengendapan sabun. Endapan sabun dipisahkan dengan menggunakan air panas dan terbentuklah produk utama sabun dan produk samping gliserin.
2. Proses semi pendidihan
Pada proses semi pendidihan, semua bahan yaitu minyak/lemak dan alkali langsung dicampur kemudian dipanaskan secara bersamaaan. Terjadilah reaksi saponifikasi. Setelah reaksi sempurna ditambah sodium silikat dan sabun yang dihasilkan berwarna gelap.
3. Proses dingin
Pada proses dingin semua bahan yaitu minyak, alkali, dan alkohol dibiarkan didalam suatu tempat/bejana tanpa dipanaskan (temperatur kamar,250C). Reaksi antara NaOH dan uap air (H2O) merupakan reaksi eksoterm sehingga dapat menghasilkan panas. Panas tersebut kemudian digunakan untuk mereaksikan minyak/lemak dan NaOH/alkohol. Proses ini memerlukan waktu untuk reaksi sempurna selama 24 jam dan dihasilkan sabun berkualitas tinggi.
Adapun syarat-syarat terjadinya proses dingin adalah sebagai berikut :
• Minyak/lemak yang digunakan harus murni
• Konsentrasi NaOH harus terukur dengan teliti
• Temperatur harus terkontrol dengan baik
4. Proses netral
Prinsip dasar dari proses netral adalah minyak/lemak ditambah NaOH sehingga terjadi reaksi saponifikasi dan dihasilkan sabun dan gliserin. Sabun yang dihasilkan tidak bersifat netral sehingga tidak dapat menghasilkan busa yang banyak. Oleh karena itu, perlu dilakukan penetralan dengan menambahkan Na2CO3.

2.6 Proses Komersil Pembuatan Sabun
 Direct Saponification
Saponifikasi langsung lemak dan minyak adalah proses tradisional yang digunakan untuk produksi sabun. Secara komersial, hal ini dilakukan melalui proses kettle boiling batch atau proses kontinu.
• Kettle Boiled Batch Process
Proses ini menghasilkan sabun dalam jumlah besar, menggunakan tangki baja terbuka yang dikenal dengan ketel yang dapat menyimpan hingga 130.000 kg bahan. Ketel dengan dasar kerucut ini yang berisi koil uap terbuka untuk pemanasan dan agitasi. Untuk membuat sabun oleh proses lemak, dan minyak, soda kaustik, garam, dan air secara bersamaan ditambahkan ke ketel. Untuk menyelesaikan proses penyabunan, batch sabun dipanaskan untuk jangka waktu tertentu menggunakan steam sparging
Setelah menyelesaikan reaksi penyabunan, garam tambahan akan ditambahkan ke dalam ketel yang dipanaskan dengan uap untuk mengubah campuran dari fase campuran neat-sabun ke campuran curd soap–lye seat biphasic. Proses ini biasanya disebut dengan membuka butir sabun. Dadih sabun yang tersisa di ketel biasanya dicuci beberapa kali dengan menambahkan air untuk mengubahnya kembali ke neat sabun dan mengulangi penambahan garam, mendidihkan, dan proses pemisahan.
Proses mencuci memberikan yang lebih baik menghilangkan kotoran dari gliserol dan sabun. Setelah pencucian akhir, tingkat air di dalam sabun dadih yang tersisa dalam ketel disesuaikan untuk mencapai sifat-sifat fisik yang tepat untuk pengolahan tambahan. Proses ini, disebut sebagai fitting. Produk yang tersisa dalam ketel adalah sabun murni dengan konsentrasi 70% dengan garam dan gliserol tingkat rendah. Proses ini memakan waktu lama dan memerlukan beberapa hari untuk menyelesaikannya.
• Continuous Saponification Systems
Sebuah inovasi yang relatif baru dalam produksi sabun, sistem ini telah menghasilkan efisiensi pengolahan yang lebih baik dan waktu pengolahan yang jauh lebih pendek. Ada beberapa sistem komersial yang tersedia, bahkan walaupun sistem ini berbeda dalam aspek desain atau operasi-operasi tertentu, semua proses saponifikasi lemak dan minyak untuk sabun sama dengan proses umum.(Gambar ).
Umpan berupa campuran lemak dan minyak terus dimasukkan ke dalam pressurized, heated vessel yang biasa disebut sebagai autoclave, bersama dengan sejumlah kaustik soda, air, dan garam. Pada suhu (120o C) dan tekanan (200 kPa) waktu yang digunakan untuk reaksi saponifikasi lebih cepat (<30 menit). Setelah dikontakkan dengan waktu kontak yang relatif singkat pada autoclave, neat sabun dan campuran alkali dipompakan ke dalam cooling mixer denagn suhu di bawah 100oC. Hasil produk kemudian dipompakan ke dalam static separator dimana campuran alkali dengan kandungan gliserol (25–30%) dipisahkan dari neat sabun menggunakan pengaruh gravitasi atau settling (pengendapan).
Neat sabun kemudian dicuci dengan larutan alkali dan garam. Hal ini sering dilakukan dalam sebuah kolom vertikal, yang merupakan suatu tabung yang terbuka berupa proses mixing or baffle stages. Neat sabun dimasukkan ke bagian bawah kolom dan alkali atau larutan garam dipompakan dari atas. Neat sabun yang masih bisa direcovery berada di atas kolom sedangkan alkali atau larutan garam berada di bawah. Proses pencucian menghilangkan impurities dan menghasilkan gliserol yang akan diproses lanjut. Proses pemisahan akhir menggunakan centrifugal, setelah dipisahkan, residu alkali dalam neat soap dinetralisasi melalui penambahan asam lemak yang akurat dalam steam-jacketed mixing vessel (crutcher). Sabun kini siap untuk digunakan dalam pembuatan sabun batang.
 Netralisasi Asam Lemak
Pendekatan lain untuk memproduksi sabun adalah melalui netralisasi asam lemak dengan kaustik. Pendekatan ini membutuhkan proses bertahap di mana asam lemak diproduksi melalui hidrolisis lemak dan minyak dengan air, diikuti dengan netralisasi berikutnya dengan kaustik. Pendekatan ini memiliki sejumlah keuntungan lebih dibanding proses saponifikasi secara umum.
Tahap Hidrolisis
Tahapan hidrolisis lemak dan minyak dengan air membutuhkan pencampuran yang baik dimana secara normal keduanya merupakan fasa yang tidak saling larut. Reaksi dilakukan di bawah kondisi dimana air memiliki kelarutan yang cukup tinggi yaitu sekitar 10 –25% dalam lemak dan minyak. Dalam prakteknya, proses ini dicapai di bawah tekanan tinggi yaitu sekitar 4-5.5 MPa (580psi-800 psi) dan dengan suhu tinggi (240OC-270OC) pada kolom stainless steel. (Gambar). ZnO kadang-kadang ditambahkan sebagai katalis dengan lemak bahan baku dan minyak untuk mempercepat reaksi.
Bahan baku lemak dan minyak yang dimasukkan di bagian bawah dan air dimasukkan di bagian atas kolom. Kolom didesain terbuka atau berisi baffle untuk meningkatkan pencampuran yang lebih baik melalui aliran turbulen. Steam bertekanan tinggi ditempatkan pada ketinggian tiga atau empat di kolom yang berbeda untuk pemanasan awal. Desain ini menetapkan pola aliran lawan dengan air bergerak melalui kolom dari atas ke bawah dan lemak dan minyak arah yang berlawanan. Sebagai bahan-bahan ini dicampurkan pada suhu dan tekanan tinggi .Keterkaitan ester dalam lemak dan minyak dihidrolisis untuk menghasilkan asam lemak dan gliserol. Asam lemak yang terbentuk dilanjutkan melalui kolom bagian atas, sedangkan gliserol yang dihasilkan dilakukan pencucian melalui bagian bawah dengan fase air. Karena ini merupakan reaksi reversibel, penting untuk menghilangkan gliserin dari campuran melalui proses pencucian.
Asam lemak yang dihasilkan pada bagian atas kolom mengandung air, lemak yang tidak terhidrolisis, dan Zn sisa sebagai katalis. Produk ini kemudian dilewatkan ke tahap pengeringan vakum dimana air tersebut dihilangkan melalui penguapan dan asam lemak didinginkan sebagai hasil dari proses penguapan. Produk kering aliran ini kemudian diteruskan ke sistem distilasi. Sistem distilasi memungkinkan untuk perbaikan kualitas asam lemak, yaitu, bau dan warna, melalui pemisahan asam lemak dari lemak yang safonisasi sebagian dan minyak, yang masih mengandung katalis Zn. Hal ini dicapai dengan pemanasan produk steam dalam penukar panas dengan suhu sekitar 205oC-232oC dan dimasukkan ke ruang hampa (flash still) pada tekanan 0,13kPa-0,8 kPa atau (1 – 6 mm Hg) tekanan absolut .
Asam lemak yang diuapkan pada kondisi ini akan dihilangkan dari bahan-bahan yang tidak diinginkan seperti trigliserida terhidrolisis sebagian. Asam lemak yang menguap kemudian melewati serangkaian kondensor air dingin untuk fraksionasi .Sistem bervariasi dalam jumlah kondensor tetapi sistem tiga-kondensor adalah system yang umum digunakan. Asam lemak biasanya dipisahkan menjadi heavy cut, mid-cut, dan very light cut. Light cut sering dihilangkan karena mengandung banyak zat yang menyebabkan bau yang tidak enak pada asam lemak.
Asam lemak yang diperoleh dari proses tersebut dapat digunakan secara langsung atau dimanipulasi lebih lanjut untuk diperbaiki atau diubah kinerja dan stabilitas. Hardening adalah operasi dimana beberapa ikatan tak jenuh yang terdapat di dalam asam lemak dieliminasi melalui proses hidrogenasi atau penambahan H2 di karbon-karbon ikatan rangkap. Proses ini pada awalnya dimaksudkan untuk meningkatkan bau dan memperbaiki warna asam lemak melalui eliminasi dari ikatan rangkap tak jenuh. Namun, seiring perkembangan dalam penggunaan asam lemak, hidrogenasi merupakan proses komersial penting untuk mengubah sifat fisik dari asam lemak.
Hardering biasanya dicapai dengan melewatikan asam lemak yang telah dipanaskan melalui serangkaian tubes packed dengan katalis dengan kehadiran gas hidrogen. Katalis yang paling sering digunakan adalah Ni. Hardering ditentukan oleh jumlah hidrogen, suhu reaksi, tekanan, dan waktu tinggal. Asam lemak yang telah melewati proses hardering kemudian disaring untuk menghilangkan sisa katalis dan selanjutnya didinginkan dalam flash tank dimana kelebihan gas hidrogen dihilangkan. Selain pengurangan tingkat ketidakjenuhan dalam asam lemak, proses juga dapat mengkonversi beberapa konfigurasi cis asam lemak tak jenuh ke dalam konfigurasi trans. Konversi dapat mempengaruhi sifat produk jadi dan biasanya dikendalikan untuk spesifikasi yang diinginkan.

Netralisasi
Tahap pembentukan sabun dari asam lemak dicapai melalui reaksi asam lemak dengan kaustik yang sesuai. Reaksi ini berlangsung sangat cepat untuk beberapa kaustik yang banyak digunakan, misalnya, NaOH atau KOH, dan memerlukan perhitungan yang tepat dan pencampuran yang akurat untuk memastikan efektivitas proses. Meskipun relatif mudah, dalam prakteknya, beberapa pertimbangan proses harus ditangani dengan baik. Pertama, perbandingan yang tepat dari lemak asam, kaustik, air, dan garam harus dijaga untuk menjamin pembentukan fase neat sabun yang diinginkan. Proses ini dikontrol untuk menghindari terbentuknya sabun menengah, yang memiliki viskositas tinggi dan tidak menghilang dengan cepat. Kedua, pencampuran yang baik antara minyak dan air diperlukan untuk memastikan terbentuknya fase campuran neat sabun yang baik. Ketiga, karena panas yang dibebaskan dari reaksi, temperatur proses harus dipertahankan dalam batas-batas tertentu agar tidak terlalu panas dan mendidih atau berbusa.
Ada berbagai proses komersial untuk tahap netralisasi. Umumnya, asam lemak dipanaskan pada (50 o C-70o C) dan dicampurkan dengan kaustik-garam-air (25o C-30o C) Steam dialirkan ke dalam sebuah high shear mixing system, umumnya disebut sebagai neutralizer. Campuran dipanaskan dengan suhu antara 85oC dan 95oC kemudian dipompakan ke dalam tangki penerima yang efektif untuk mencampurkan sabun baik melalui sistem resirkulasi dan agitasi. Setelah dikontakkan dengan waktu tinggal pendek di tangki penerima untuk memastikan komposisi seragam, sabun yang dihasilkan dipompakan ke tangki penyimpanan atau dilanjutkan ke proses finishing.
Pemurnian Sabun
Pemurnian sabun adalah suatu perlakuan untuk menghilangkan impurities yang terlarut dalam larutan alkali dan mengcover lagi gliserin yang terbebas pada saat reaksi saponifikasi. Asumsi tentang pemurnian sabun yaitu :
• Giserol merupakan jumlah total pelarut dalam pencucian larutan alkali.
• Gliserol ada pada sabun yang dilarutkan dalam larutan alkali.
• Ketika sabun dicampurkan dengan pencucian larutan alkali, gliserol pindah dari larutan alkali pada sabun menjadi pencucian alkali sampai konsentrasi keduanya stabil.
• Bila campuran tadi dibiarkan di stele kemudian dipisahkan menjadi dua lapisan bagian yaitu lapisan atasnya adalah sabun dan lapisan bawahnya untuk pencucian alkali.
• Ketika pencucian meningkat, kebanyakan gliserol diekstrak pada saat banyaknya larutan alkali yang dikorbankan.
Secara umum proses pencucian sabun yaitu :
• Proses pembasahan, perlakuan terhadap kotoran dan lemak-lemak
• Proses menghilangkan kotoran dari permukaan
• Mengatur kotoran-kotoran supaya tetap stabil dari larutannya atau suspensinya.

Finishing
Finishing merupakan langkah akhir pada proses pembuatan sabun, yang meliputi beberapa tahap, yaitu:
1) Crutching
Jika sabun murni yang berasal dari ketel atau proses lainnya akan dicampurkan dengan menggunakan bahan lain, maka sebelum dibentuk atau dikeringkan, dilakukan pencampuran terlebih dahulu. Campuran itu dilarutkan di dalam mesin crutcher dahulu. Crutcher adalah bejana yang berbentuk silindris dengan ukuran kecil, kapasitasnya 680-2279 dan dilengkapi dengan pengaduk. Crutcher juga digunakan di dalam pencampuran alkali dengan lemak di dalam pembuatan sabun dengan proses pendinginan.
2) Framming
Metode yang digunakan untuk mengubah sabun murni atau cairan sabun panas menjadi padatan yang mudah dibentuk menjadi batangan atau disebut dengan framming. Framming dilakukan pada cairan sabun yang berada pada suhu 57-62oC didalam suatu frame yang memiliki berat 454 – 545 kg berbentuk persegi. Untuk memadatkan sabun murni diperlukan waktu 3-7 hari. Sabun yang telah dicetak dapat dipotong menjadi bagian kecil. Penambahan zat adiktif antioksidan stabilizer dan farfum dilakukan pada saat crutching sebelum framming.
3) Drying
Berbagai macam metoda pembuatan sabun dengan menggunakan reaksi saponifikasi yang menghasilkan sabun murni mengandung air sekitar 30-35%. Sabun murni tersebut diubah menjadi sabun chip dengan kandungan 5-15% air. Proses pengeringan yang sederhana dikenal dengan spray drying proses. Sabun yang mengandung air dilewatkan melalui spary nozzles. Partikel-partikel kecil ini dikeluarkan oleh spray nozzles dalam bentuk kering. Pengeringan juga daapt dilakukan pada vakum atau di dalam atmospherik flash drying.
Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni) yang umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada sabun dikurangi dari 30 –35% pada sabun murni menjadi 8 – 18% pada sabun butiran atau lempengan. Jenis – jenis vakum spray dryer, dari sistem tunggal hingga multi sistem, semuanya dapat digunakan pada berbagai proses pembuatan sabun. Operasi vakum spray dryer sistem tunggal meliputi pemompaan sabun murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun dipanaskan dengan uap yang mengalir pada bagian luar pipa. Sabun yang sudah dipanaskan terlebih dahulu disemprotkan di atas dinding ruang vakum melalui mulut pipa yang berputar. Lapisan tipis sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan pada dinding ruang vakum dan dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh di plodder, yang mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran. Dryer dengan multi sistem, yang merupakan versi pengembangan dari dryer sistem tunggal, memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih efisien daripada dryer sistem tunggal.

2.7 Kegunaan Sabun
Sebagian besar kegunaan sabun di dalam kehidupan sehari-hari adalah bahan pencuci. Sedangkan di dalam industri kosmetik sabun memiliki kegunaan tergantung pada komposisi yang terkandung di dalam sabun itu sendiri.
Asam lemak seperti asam stearat atau asam aleat sebagian besar dikonversi menjadi sabun dengan mereaksikannya dengan alkali (NaOH, KOH) maupun dengan alkalominida. Asam lemak banyak digunakan di dalam pembuatan cream cukur, cream wajah, hand body lotion, dan pewarna rambut.
Sabun stearat digunakan sebagai pengemulsi antara mineral minyak, lemak ester dan air di dalam pembuatan hand and body lotion.

2.8 Klasifikasi Sabun
Berdasarkan penggunaannya, sabun dapat diklasifikasi menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Laundry Soap; untuk sabun cuci.
2. Toilet soap; yang digunakan untuk mandi dan perawatan kulit, termasuk juga disini medicine soap.
3. Textile soap, yang digunakan untuk pada proses scouring textile, proses degumming sutera dll.

2.9 Proses Kontrol
Untuk memproduksi sabun yang berkualitas, penting bila dilakukan kontrol terhadap proses pembuatan sabun, baik pada proses pre-treatment terhadap minyak atau lemak yang digunakan maupun terhadap proses pembuatan sabun hingga proses akhir.
Beberapa hal yang diperlukan dalam kontrol proses pembuatan sabun adalah:
a. Kontrol minyak atau lemak yang dimasukkan
Kualitas sabun ditentukan oleh komposisi minyak yang dicampurkan dalam pembuatan sabun tersebut. Jika komposisi pencampuran dikontrol secara akurat maka kualitas sabun yang dihasilkan akan baik.
b. Warna dasar sabun
Warna dasar sabun dapat dikontrol di dalam reflektometer, pengamatan langsung maupun dengan membandingkan sampel yang memiliki warna standar. Pada sabun mandi, warna dasar sabun dapat dikoreksi dengan penambahan Natrium Hidrosulfat pada dosis tertentu dalam proses finishing sabun di dalam ketel mendidih.
c. Alkali bebas dan klorida
Untuk mengontrol alkali bebas dan klorida di dalam sabun biasanya digunakan inhibitor pheoftalein.
d. Lemak yang tidak tersaponifikasi
Jika prosedur pembuatan sabun sudah benar, maka dapat dihasilkan reaksi saponifikasi yang sempurna dan sangat kecil kemungkinan terjadinya lemak yang tidak tersafonifikasi pada proses batch, safonifikasi memerlukan waktu yang lebih lama sedangkan pada proses kontinue, waktu safonifikasi lebih pendek dengan menggunakan temperatur dan tekanan yang tinggi, dan minyak dapat tersafonifikasi dengan sempurna.
e. Gliserol di dalam sabun
Gliserin merupakan komoditas yang mahal kedua setelah asam lemak. Oleh karena itu perlu dilakukan recovery gliserin. Recovery gliserin dilakukan pencucian terhadap sabun dari gliserol setelah safonifikasi. Gliserin merupakan produk komersial yang merupakan hasil samping dari safonifikasi.

BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
 Sabun adalah senyawa kimia yang dihasilkan dari reaksi lemak atau minyak dengan Alkali yang juga merupakan garam-garam Monofalen dari Asam Karboksilat dengan rumus umumnya RCOOM.
 Bahan mentah pembuatan sabun: Minyak atau lemak, Alkali, bahan tambahan.
 Reaksi pembuatan sabun:
Saponifikasi
Hidrolisa Lemak dan Penetralan
 Metode pembuatan sabun:
1. Proses pendidihan penuh
2. Proses semi pendidihan
3. Proses dingin
4. Proses Netral.
 Proses pembuatan sabun secara komersil:
1. Direct Saponification yang terdiri dari Kettle Boiled Batch Process atau Continuous Saponification Systems,
2. Netralisasi Asam Lemak.

DAFTAR PUSTAKA

Fessenden & Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Maine, Sandy. 1995. Simple Herbal Recipes. Interweave Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar